Rabu, 26 Juni 2013

Contoh Laporan Observasi Langsung Perkembangan Lansia



BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Lansia atau lanjut usia adalah periode dimana manusia telah mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi. Selain itu lansia juga masa dimana seseorang akan mengalami kemunduran dengan sejalannya waktu. Ada beberapa pendapat mengenai usia seseorang dianggap memasuki masa lansia, yaitu ada yang menetapkan pada umur 60 tahun, 65 tahun, dan ada juga yang 70 tahun. Tetapi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan bahwa umur 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan seseorang telah mengalami proses menua yang berlangsung secara nyata.
Masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi. Beberapa faktor fisik dan psikososial dapat mengarahkan pada meremehkan lansia. Penurunan penglihatan dan pendengaran mungkin membuat pemahaman terhadap stimulus yang diterima juga melemah. Sehingga lansia mengalami perasaan diabaikan oleh kaum yang lebih muda. Sensitifitas perasaan yang tinggi pada lansia sering kali membuat perdebatan antara lansia dengan kaum yang lebih muda dan diakhiri dengan kekecewaan dari lansia karena kaum yang lebih muda mengabaikan lansia.
Sosial emosi para lansia juga berubah seperti kembali pada masa kanak-kanak. Sikap manja dan selalu ingin diperhatikan, yang sering kali seperti anak-anak kecil sering membuat orang-orang disekitarnya merasa jengkel karena sikap tersebut.
 


B.     Identitas dan Permasalahan
Berdasarkan hasil observasi peneliti, maka diketahua identitas dari subjek sebagai berikut, subjek bernama Sabran. Subjek berasal dari kota Kandangan, Hulu Sungai Tengah. Subjek lahir di Kandangan tahun 1942 Subjek memiliki 5 orang istri, tapi hanya 2 orang yang memiliki anak. Sebjek memiliki 1 orang anak laki-laki dan 2 orang anak perempuan, tapi salah satu anak perempuan subjek sudah meninggal.
Selama 10 tahun belakangan ini subjek menjadi salah satu penghuni panti werdha Budi Sejahtera. Sebelum menjadi penghuni panti werdha tersebut subjek pernah ikut tinggal dengan anak laki-laki subjek di Samarinda, namun karena ada suatu kejadian yang membuat anak dari subjek tersebut mengantar subjek kembali ke kota Kandangan. Selama di Kota Kandangan pekerjaan yang biasa dilakukan subjek adalah menoreh getah. Selain itu subjek juga sering mengambil upah untuk membersihkan rumput-rumput di sawah milik tetangga. Permasalahan yang ada pada subjek adalah kurang jelasnya penglihatan serta pendengaran yang sangat buruk, peneliti harus bersuara keras agar subjek mampu mendengar. Selain itu, subjek juga sudah mulai tidak jelas berbicara, sehingga peneliti mengalami sedikit hambatan dalam memahami kalimat demi kalimat dari subjek tersebut.
Permasalahan pada kesehatan juga dialami subjek, seperti cepat lelah dan sakit disekujur tubuh. Subjek terlihat sangat kurus, mata subjek juga terlihat sayu serta kulit subjek mengalami keriput. Selain itu, permasalahan subjek ada pada anak-anak subjek yang tidak pernah datang menjenguk subjek. Terlihat sekali subjek merindukan anak-anaknya. Sehingga saat subjek menceritakan tentang anak-anaknya seperti sambil menerawang ke masa lalu.


BAB II
PEMBAHASAN


1.         Definisi Lansia
Dewasa akhir yang sering disebut lansia (lanjut usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004).
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proes penuaan yang berlangsung secara nyata dan seseorang telh disebut lanjut usia. Lansia banyak menghdapi berbagai masalah kesehatan yang perlu penanganan segera dan terintegarasi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi empat, yaitu :
1.      Usia pertengahan (middle age)          : 45-59 tahun
2.      Lanjut usia (elderly)                        : 60-74 tahun
3.      Lanjut usia tua (old)                        : 75-90 tahun
4.      Lanjut usia sangat tua (very old)   : >90 tahun
Sedangkan menurut Prayitno dalam Aryo (2002) mengatakan bahwa setiap orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari.
Saparinah (1983) berpendapat bahwa pada usia 55 sampai 65 tahun merupakan kelompok umur yang mencapai tahap penisium, pada tahap ini akan mengalami berbagai penurunan daya tahan tubuh atau kesehatan dan berbagai tekanan psikologis. Dengan demikian akan timbul perubahan-perubahan dalam hidupnya.
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN 1998) ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan, yaitu :
1.      Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.
2.      Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat.
3.      Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputuan serta luasnya hubungan sosial yang semakin menurun. Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda (Suara Pembaharuan 14 Maret 1997).
Dari hasil observasi peneliti, subjek yang lahir tahun 1942 termasuk dalam kategori lanjut usia tua (old). Secara biologis subjek mengalami penurunan daya tahan fisik, seperti melemahnya daya tahan tubuh, sering sakit badan dan cepat lelah. Sedangkan secara ekonomi subjek dipandang sebagai beban oleh anak-anaknya, sehingga anak subjek tidak ingin merawat subjek dan menelantarkan subjek kembali ke kota Kandangan. Dan dari aspek sosial, subjek merasa dihormati oleh peneliti karena peneliti memperlakukan subjek sebagai orang yang dituakan dan sangat menghormati subjek.

2. Perubahan Fisik pada Lansia
Beberapa perubahan yang diasosiasikan dengan penuaan dapat terlihat jelas oleh seseorang pengamat biasa. Kulit yang lebih tua cenderung lebuh pucat, memiliki bercak, dan tidak elastis karena lemak dan otot menyusut, maka kulit cenderung keriput. Rambut di kepala memutih dan menjadi lebih tipis, dan rambut di bagian badan menjadi lebih jarang.
Para lansia cenderung menjadi lebih pendek karena piringan antar tulang belakang mereka mengalami atropi. Penyusutan ini dapat menyebabkan “pembungkukan” pada bagian belakang leher, terutama pada wanita yang mengalami osteoporosis. Perubahan yang lebih sulit terlihat terjadi pada organ-organ dalam dan sistem tubuh; otak; serta indra, motorik dan fungsi seksual (Papalia Olds Feldman, Human Development., 2009 ).
Delapan puluh persen lansia di AS mengatakan bahwa mereka mengalami kesulitan untuk melihat. Kesulitan ini dapat berbentuk kesulitan dalam menentukan kedalaman atau persepsi warna, atau aktifitas sehari-hari seperti membaca, menjahit, belanja dan memasak (Desai et al., 2001).
Penuaan juga mengubah sistim saraf. Masa sel saraf berkurang yang menyebabkan atropy pada otak spinal cord. Jumlah sel berkurang, dan masing-masing sel memiliki lebih sedikit cabang. Perubahan ini dapat memperlambat kecepatan transmisi pesan menuju otak. Setelah saraf membawa pesan, dibutuhkan waktu singkat untuk beristirahat sehingga tiidak dimungkinkan lagi mentrasmisikan pesan yang lain. Selain itu juga terdapat penumpukan produksi buangan dari sel saraf yang mengalami atropy pada lapisan otak yang menyebabkan lapisan plak atau noda.
Orang lanjut usia juga memiliki berbagai resio pada sitem saraf, mislanya berbagai jenis infeksi yang diderita oleh seorang lansia juga dapat mempengaruhi proses berfikir ataupun perilaku. Penyebab lain yang menyebabkan kesulitan sesaat dalam proses berfikir dan perilaku adalah gangguan regulasi glukosa dan metabolisme lansia yang mengidap diabetes. Fluktuasi tingkat glukosa dapat menebabkan gangguan berfikr. Perubahan signifikan dalam ingatan, berfikir atau perilakuan dapat mempengaruhi gaya hidup seorang lansia. Ketika terjadi degenerasi saraf, alat-alat indra dapat terpengaruh. Refleks dapat berkurang atau hilang.
Dari hasil observasi peneliti, diketahui bahwa subjek mengalami kemunduran secara fisik seprti, urat-urat ditangan subjek terlihat membesar,  kulit subjek terlihat keriput, subjek juga terlihat sangat kurus serta mata subjek terlihat sayu. Selain itu saat subjek berjalan, subjek berjalan dengan sedikit membungkuk. Kemampuan subjek dalam menjawab pertanyaan dari peneliti juga lambat, karena pengaruh masa sel saraf yang berkurang sehingga otak subjek lambat merespon apa yang subjek dengar. Kemampuan subjek dalam mendengar sangat buruk, peneliti harus berusara keras agar subjek mampu mendengar pertanyaan dari peneliti. Suara subjek juga tidak terlalu jelas didengar oleh peneliti karena susunan gigi subjek sudah tidak sempurna lagi.
3.         Perubahan Sosio-Emosi pada Lansia
Memasuki masa tua, sebagian besar lanjut usia kurang siap menghadapi dan menyikapi masa tua tersebut, sehingga menyebabkan para lanjut usia kurang dapat menyesuaikan diri dan memecahkan masalah yang dihadapi (Widyastuti, 2000).
a.       Lingkungan Sosial
Telah lama terdapat kepercayaan bahwa cara terbaik untuk penuaan adalah dengan memisahkan diri. Teori pemisahan menyatakan bahwa oang-orang dewasa lanjut secara perlahan-lahan mulai menarik diri dari masyarakat. Pemisahan merupakan aktivitas timbal balik dimana orang-orang dewasa lanjut tidak hanya menjauh dari masyarakat, tetapi masyarakat juga menjauh dari mereka.
Menurut teori ini orang-orang dewasa lanjut mengembangkan suatu kesibukan terhadap dirinya sendiri, mengurangi hubungan emosional dengan orang lain, dan menunjukkan penurunan ketertarikan terhadap berbagai persoalan kemasyarakatan. Penurunan interaksi sosial dan peningkatan kesibukan terhadap diri sendiri di anggap mampu meningkatkan kepuasan hidup dikalangan orang-orang dewasa lanjut.
Menurut  teori aktivitas, semakin orang-orang dewasa lanjut aktif dan terlibat, semakin kecil kemungkinan mereka menjadi renta dan semakin besar kemungkinan mereka merasa puas dengan kehidupannya. Teori aktivitas ini menyatakan bahwa individu seharusnya melanjutkan peran-peran masa dewasa tengahnya di sepanjang masa dewasa akhir, jika peran-peran itu diambil dari mereka (seperti dalam PHK, misalnya), penting bagi mereka untuk menemukan peran-peran pengganti yang akan memelihara keaktifan dan keterlibatan mereka didalam aktivitas-aktivitas kemasyarakat.
Teori sosial mengenai penuaan yang ketiga adalah teori kontruksi gangguan social. Teori ini menyatakan bahwa penuaan dikembangkan melalui fungsi psikologis negative yang dibawa oleh pandangan-pandangan negative tentang dunia social dari orang-orang dewasa lanjut dan tidak memadainya penyediaan layanan untuk mereka.
Dari hasil observasi peneliti diketahui subjek memilih tinggal di panri werdha dibandingkan dengan anak-anak subjek, karena subjek merasa tersia-siakan jika tinggal dengan anak subjek. Sehingga subjek memilih untuk menarik diri dari keluarga dan memilih tinggal di panti werdha dengan sesama lansia yang lain.
b.      Lansia merasakan masa sepi
Dimana masa ketika anak-anak tidak lagi tinggal bersama orang tua. Contohnya anak yang mulai beranjak dewasa yang telah bekerja dan tinggal di luar kota sehingga orang tua yang terbiasa dengan kehadiran mereka di rumah akan merasa kesepian dengan kepergian mereka.
Dari hasil observasi peneliti terlihat sekali subjek sangat merasa kesepian karena anak-anak subjek tidak pernah sekalipun datang menjenguk subjek. Saat subjek menceritakan tentang anak-anak subjek kepada peneliti, subjek seperti menerawang ke masa lalu dan menahan air matanya. Subjek juga bercerita tentang istri subjek yang diceraikan subjek karena istirnya sering marah-marah dan membentak subjek. Sehingga subjek merasa kesepian karena tidak ada yang merawat serta menemani subjek untuk menjalani masa tua.
 




BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A.     Kesimpulan
Lansia memiliki rentang umur 60 tahun, 65 tahun, dan ada juga yang 70 tahun. Dalam masa ini para lansia mengalami kemunduran dari berbagai aspek, seperti fisik, ingatan dan kesehatan. Dalam masa ini pula lansia mengalami perasaan yang sangat sensitif seperti anak-anak, yang selalu ingin diperhatikan dan disayang. Dalam kasus yang diobservasi oleh peneliti, peneliti menemukan kemunduran baik secara fisik maupun secara kesehatan yang terjadi pada subjek, seperti pendengaran dan penglihatan subjek yang sangat menurun, serta cepat lelah dan badan subjek sering sakit. Selain itu subjek juga merasakan kekosongan perasaan karena subjek yang tidak pernah dijenguk anak-anaknya selama di panti werdha. Subjek juga merasa kesepian karena tidak ada seorang istri yang mendampingi subjek dimasa tua sekarang ini..

B.     Saran
Begitu pentingnya kita untuk mengetahui perkembangan kemunduran pada lansia agar kita mampu melihat dan memaknai dengan kacamata psikologi pada lansia. Sehingga dimasa depan kita mampu mendedikasikan diri kita untuk membantu para lansia dalam menghadapi masa tuanya dengan memberikan motivasi yang sesuai dengan keadaan lansia tersebut.



DAFTAR PUSTAKA
Darmojo, B. 2009. Teori Menua. Jakarta. Balai Penerbit FKUI, pp.3.
Papalia, DE., Old, SW., & Feldman, RD. 2008. Human Development                                                                                                                                                                                               (Psikologi Perkembangan)-Edisi Kesembilan. Jakarta: Kencana

Lampiran 


 Peneliti selesai mengobservasi objek








Nama penghuni Panti Werdha

Minggu, 14 Oktober 2012

Pendekatan Psikologi Islam

Persepsi dalam dunia psikologi kebanyakannya dimonopoli oleh teori-teori dari barat. Menurut M.G. Husain (t.th.) dalam buku Psychology and Society in Islamic Perspective, teori-teori moden ciptaan sarjana-sarjana barat ini lebih menitik beratkan kajian sosial dan budaya manusia tanpa memberi perhatian pengaruh spiritual manusia.
Hassan Langgulung (1986) dalam tulisannya, Perspektif Baru dalam Perkembangan Psikologi Moden: Sumbangan Islam, menyatakan bahawa dalam Islam, jiwa merujuk kepada empat istilah iaitu ‘aql’, ‘nafs’, ‘roh’ dan ‘qalb’. Inilah perbezaan paling ketara antara psikologi barat dan psikologi Islam, kajian terhadap jiwa diutamakan sedangkan di barat, kajian terhadap tingkah laku lebih diutamakan.
Dalam buku Sains Sosial dari Perspektif Islam, Wan Hashim Wan The (1986) menyatakan bahawa teori-teori psikologi dari barat tidak sesuai digunakan untuk mengkaji masyarakat Islam kerana ‘world-view’ Barat tidak sama dengan ‘world-view’ Islam. Oleh itu, teori-teori yang dicipta oleh sarjana barat tidak berdasarkan realiti masyarakat Islam. Sebagai alternatifnya, Hanna Djumhana (1994) dalam buku Integrasi Psikologi Dengan Islam: Menuju Psikologi Islam, menegaskan bahawa prinsip tauhid hendaklah dijadikan pedoman dalam kajian psikologi.
Sarjana-sarjana Islam yakin bahawa perspektif psikologi yang digali dari Al-Quran dan Al-Hadith boleh mempengaruhi perubahan sosial dan masyarakat. Menurut M.G. Husain lagi, manusia berupaya mencapai kehebatan dengan memupuk sifat-sifat yang dikehendaki Allah S.W.T. ke dalam dirinya. Ini kerana objektif dalam kajian psikologi Islam adalah untuk membentuk insan yang lebih berkualiti serta mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Psikologi Islam

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi  telah membawa manusia  ke dunia era pemodenan dan globalisasi. Kemajuan ini telah memberi manusia pelbagai kemudahan dalam menjalankan aktiviti kehidupan. Namun di sebalik kemajuan yang berbentuk material sahaja telah menjadikan manusia kehilangan kemajuan dari aspek kerohanian. Memandangkan kemajuan dari aspek material telah mengubah nilai-nilai kehidupan manusia baik dari segi budaya, moral, agama mahupun sosial.
            Justeru itu manusia mulai mengalami pelbagai tekanan, kemurungan dan ketidakseimbangan  sehingga mengalami gangguan jiwa. Pelbagai usaha telah dilakukan bagi mengatasi masalah tersebut termasuk dalam bidang psikologi. Namun secara umumnya psikologi kontemporari tidak mampu mengatasi semua permasalahan mangsa arus kemodenan. Melihat permasalahan ini para ilmuan Islam merasakan perlunya satu pendekatan baru yang lebih komprehensif dan bersifat kekal dalam melihat kewujudan manusia. Oleh itu wujudlah suatu ilmu sebagai suatu pendekatan psikologi berpandukan al-Qur’an dan as-Sunah pada dekat terakhir seperti di Indonesia dan Malaysia iaitu Psikologi Islam.
            Secara historikalnya kewujudan Psikologi Islam merupakan salah satu proses Islamisasi Ilmu yang berlaku di bahagian Timur. Hal ini berlaku apabila bermulanya kritikan terhadap ilmu pengetahuan  yang membawa manusia jauh dari nilai-nilai kemanusiaan pada tahun 1970 . Ilmu pengetahuan berkembang hanya dengan prinsip rasional dan berorientasikan bahan sehingga mengabaikan  nilai-nilai  agama.Ini telah dijelaskan di dalam al-Qur’an surah Fussilat 41:52. Konsep Islamisasi  ilmu pengetahuan merupakan satu gerakan berlandaskan agama dan sumber ajaran Islam (Al-Qur’an) yang dipelopori oleh Ismail Al-Faruqi dan Muhammad Naquib Al-Attas.
            Islamisasi ilmu menurut takrifan Syed Naquib al-Attas ialah suatu usaha terancang dan beransur-ansur yang akan membuahkan satu masyarakat yang berpegang teguh kepada keseluruhan ajaran Islam dalam semua aspek kehidupan masyarakat (al-Attas, dlm Wan Mohd Nor Wan Daud, 1991). Dengan kelahiran Islamisasi Ilmu ini, merupakan faktor utama banyak berlaku pembetulan teori-teori ilmu dari barat yang sekuler dan materialistik yang wujud termasuk ilmu psikologi moden dengan alternatif baru. Oleh itu bagi al-Attas, Islamisasi Ilmu perlu diperjuangkan sebagai pembebasan diri dari  tradisi tahyul dan pengembalian diri kepada kejadian asal yang fitrah. Maka menurutnya lagi Islamisasi Ilmu perlu bermula dengan langkah Islamisasi akal dan pemikiran melalui Islamisasi bahasa, sesuai sebagaimana dijelaskan di dalam al-Qur’an dalam surah al-Taubah 11:22.
            Dengan itu psikologi Islam terus berkembang dan di bahas dalam perlbagai conferens diantaranya seperti pada tahun 1975 American Muslim Social Scientist (AMSS) Malik A.Badri membentangkan makalah The Dilemma of Muslim Psychologists, 1977 Word Conference on Muslim Education di Mekah membahaskan Psikologi dalam Perspektif Islam. Di Malaysia Hassan Langgulung menulis buku Pendidikan Islam, Suatu Analisis Sosio-Psikologi (1979) dan Beberapa Tinjauan dalam Pendidikan Islam (1980). Sehingga tahun 2008 telah terbit lebih dari empat puluh judul buku yang membahaskan Psikologi Dalam Perspektif Islam.
            Di antara tokoh Psikologi Islam yang lahir ketika itu menurut Khaidir et.al (2009) seperti Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin Tharkhan (Al-Farabi), Abu Ali Al Husain bin Abdullah (Ibnu Sina), Abu Hassan Ali Al-Basry (Al-Mawardi), Abu Hamid Muhammad bon Muhamad Al-Gazali (Al-Ghazali) dan Abu Bakar Muhamad bin Abdul Malik bin Tufail Al-Qaisy (Ibnu Tufail).
            Kesimpulannya, apabila timbulnya kritikan ilmu dari barat telah membuka ruang kepada ilmuan Islam untuk memberikan  nafas baru kepada disiplin ilmu Islam berdasarkan sumber ajaran Islam (al-Qur’an). Menurut Hassan Langgulung (1979) Pemikiran zaman Yunani telah memberi sumbangan besar terhadap pemikira muslim dan kemajuan peradaban Islam. Walaupun demikian pemikir Muslim tidak serta-merta menerima pandangan dan konsep dari zaman Yunani melainkan melakukan pemilihan dan pengkajian semula berdasarkan ajaran Islam. Dengan memandang manusia sesuai dengan fitrah dan eksistensinya yang meliputi asal kejadian, potensi, kedudukan dan tujuan hidupnya.
http://www.pkukmweb.pdf
http://www.islamic-world.nt/psychology/psy.php?ArtID=203
http://www.psikologi islami-QURANI.mht

Tokoh Psikologi Islam

Profil Psikolog Muslim: Abu Zaid al-Balkhi

Abu Zayd al-Balkhi (235H-322H/849M-934M) yang memiliki nama asli Ahmad ibn Sahl adalah pakar multi disiplin ilmu pengetahuan (polymath). Muhammad ibn Ishaq Abul Faraj al-Nadim atau lebih dikenal dengan Ibn al-Nadim, dalam kitabnya al-Fihrist menyebutkan bahwa al-Balkhi memiliki 41 karya dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Diantaranya di bidang 'Ulum al-Qur'an, Kalam, matematika, geografi, kedokteran, ilmu jiwa, perbandingan agama, politik, sejarah, linguistik, astronomi, sastera dan filsafat. Namun dari karya-karyanya itu, hanya dua kitab yang sampai pada kita, kitab suwar al-aqalim di bidang geografi dan masalih al-abdan wa l-anfus di bidang psikologi.
Al-Balkhi lahir di Syamistiyan, wilayah Balkh (Bactra) dan kini berada di Afghanistan. Ayahnya adalah seorang guru anak-anak. Al-Balkhi tumbuh dewasa dan tinggal di Baghdad selama 8 tahun, di saat kekuasaan Daulah Abbasiyah sudah merosot dan hanya meliputi Baghdad dan sekitarnya. Pada masanya timbul kekacauan politik, sehingga kerusuhan bermunculan di mana-mana.
Namun demikian, kondisi negara yang carut marut di zaman al-Balkhi bukanlah penghalang bagi para ulama untuk mendedikasikan umurnya dalam melanjutkan tradisi ilmu. Bahkan dalam suasana seperti itu bermunculan sejumlah cendekiawan, di antaranya adalah Abu Zayd al-Balkhi.
Al-Balkhi adalah intelektual muslim yang memperkenalkan psikologi Islam dan neuroscience, yakni cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan anatomi, fisiologi, biokimia, atau biologi molekul jaringan saraf, khususnya yang berkaitan langsung dengan perilaku dan pengetahuan.
Di samping itu, dia juga terkenal sebagai tokoh yang pertamakali menemukan psikologi kognitif dan medis (cognitive and medical psychology). Dialah  orang yang pertamakali membedakan antara sakit saraf (neurosis) dan sakit jiwa (psychosis), serta orang yang pertamakali mengklasifikasikan gangguan saraf (neurotic disorders) dan perintis terapi kognitif (cognitive therapy) dalam rangka mengkaji pengelompokan gangguan penyakit ini.
Psikologi kognitif (cognitive psychology) adalah cabang ilmu psikologi yang menyelidiki proses kejiwaan internal, seperti penyelesaian masalah, daya ingatan dan bahasa. Sedangkan psikologi medis (medical psychology) berarti merujuk pada keahlian praktik pengobatan klinik ahli psikologi. Sementara terapi kognitif (cognitive therapy) adalah pendekatan psikoterapi yang bertujuan mempengaruhi gangguan emosi, perilaku dan kesadaran melalui prosedur yang sistematis.
Al-Balkhi mengelompokkan penyakit saraf dalam empat gangguan kondisi mental-kejiwaan, yaitu ketakutan dan kegelisahan (fear and anxiety), amarah dan penyerangan (anger and aggression), kesedihan dan depresi (sadness and depression), serta obsesi atau gangguan pikiran (obsession).
Lebih lanjut al-Balkhi menggolongkan tiga jenis depresi, yaitu depresi normal atau kesedihan, depresi yang berasal dari dalam tubuh dan depresi yang berasal dari luar tubuh.  Individu yang sehat harus selalu menjaga kesehatan pikiran dan perasaan. Maka menurutnya,  keseimbangan antara pikiran dan tubuh sangat diperlukan untuk memperoleh kesehatan yang prima. Sebaliknya ketimpangan antara keduanya justru akan menimbulkan penyakit. Di samping itu, dia juga memperkenalkan konsep pengobatan yang berlawanan (al-'ilaj bi l-dhid, reciprocal inhibition), di mana konsep ini dikenalkan kembali ribuan tahun kemudian oleh Joseph Wolpe di tahun 1969.
Konsep kesehatan mental dan mental individu, menurutnya,  selalu berhubungkait dengan kesehatan spiritual. Dia adalah orang yang pertamakali berhasil mengkaji bermacam-macam penyakit yang secara langsung mempunyai keterkaitan antara fisik dan jiwa, seperti yang diulasnya dalam kitabnya Masalih al-Abdan wa al-Anfus (Asupan Badan dan Jiwa).  Al-Balkhi menggunakan istilah al-Tibb al-Ruhani (pengobatan spiritual) untuk menggambarkan kesehatan jiwa, sedangkan untuk menjelaskan pengobatan mental, digunakannya istilah Tibb al-Qalb (pengobatan kalbu).
Al-Balkhi sering mengkritik dokter-dokter di zamannya karena selalu memfokuskan perhatian mereka pada penyakit fisik saja dan mengabaikan penyakit mental dan kejiwaan para pasiennya. Dia berargumen bahwa dikarenakan konstruksi manusia terdiri dari jasmani dan rohani, maka keberadaannya tidak bisa dikatakan sehat tanpa adanya keterjalinan (isytibak) antara jiwa dan badan. Lebih lanjut dia katakan: "Jika badan sakit, jiwa pun akan banyak kehilangan kemampuan kognitifnya dan tidak bisa merasakan kenikmatan hidup". Sebaliknya dia juga menjelaskan "Jika jiwa sakit, badan pun kehilangan keceriaan hidup dan bahkan badannya pun bisa jatuh sakit".
Pemikirannya tentang kesehatan mental, digalinya dari al-Qur'an dan Sunnah. Di antaranya adalah QS. 2:10, "Dalam hati mereka ada penyakit". Dan Sabda Nabi: "Ketauhilah! Sesungguhnya dalam badan manusia itu ada segumpal daging, apabila ia baik maka seluruh badannya akan baik. Tetapi jika ia rusak, maka rusaklah seluruh badannya. Ketauhilah bahwa ia (segumpal daging) itu adalah kalbu". (HR. al-Bukhari)

Kitab Mashalih al-Abdan wa l-Anfus
Kitab ini membahas tema-tema yang berkenaan dengan kesehatan badan dan jiwa. Kitab Mashalih yang manuskripnya tersimpan di Istambul ini terdiri dari dua bab, yakni Mashalih al-abdan yang mencakup 14 bagian dan masalih al-anfus yang mencakup 8 bagian. Karya ini tergolong penting, mengingat ia adalah karya pertama yang membahas utuh masalah kesehatan. Di samping itu, tema pembahasannya sangat komprehensif, kaya nilai ilmiah dan sistematis.
Dalam penulisannya, al-Balkhi menggunakan metode deduktif (al-manhaj al-istidlali), kausalitas (sababiyyah), terapan, eksperimen dan metode instruksional. Penggunaan metode pembahasan yang integral dengan wahyu, terlihat jelas saat dia tidak hanya mencukupkan kajiannya pada fenomena alam secara empiris, tapi berlanjut pada pembacaan hikmah yang tersembunyi di baliknya. Menurutnya, Sunnatullah berlaku umum untuk semua makhluk-Nya. Dengan demikian al-Balkhi telah membawa teori integral yang disertai penjelasan faktor-faktor kausalitas tentang gangguan kejiwaan yang persis sama dengan karya-karya kontemporer.
Di antara nasehat al-Balkhi yang terkenal, "Kematian adalah keniscayaan, maka janganlah engkau takut padanya. Dan jika engkau takut apa yang akan terjadi setelah kematian, maka perbaikilah dirimu sebelum kematianmu. Takutlah akan kejahatanmu, bukan pada kematianmu!" (la budda minal maut, fa la takhaf minhu, wa in kunta takhaf mimma ba'dal mauti, fa ashlih sya'naka qabla mautika, wa khaf sayyiatika, la mautika).

Tokoh Psikolog Islam

AL-FARABI




Al-Farabi merupakan salah satu ilmuwan Islam, beliau juga dikenal sebagai: fisikawan, kimiawan, filsuf, ahli ilmu logika, ilmu jiwa, metafisika, politik, musik, dll.
Al-Farabi lahir di Farab, tahun 257 H / 870 M dan wafat di Haleb (Aleppo) pada tahun 339 H / 950 M. Nama lengkapnya Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan bin Uzlag Al-Farabi. Filsuf muslim terkemuka pada zamannya yang sukar dicari padanannya.
Dimasa kecil, ia yang dikenal rajin belajar dan memiliki otak yang cerdas, belajar agama, bahasa Arab, bahasa Turki, dan bahasa Parsi di kota kelahirannya, Farab. Setelah besar al-Farabi pindah ke Baghdad dan tinggal selama 20 tahun. Di Baghdad ia memperdalam filsafat, logika, matematika, etika, ilmu politik, musik, dll. Dari Baghdad Al-Farabi kemudian pindah ke Harran (Iran). Disana ia mempelajari filsafat Yunani kepada beberapa ahli diantaranya Yuhana bin Hailan. Dari Harran kemudian pindah lagi ke Baghdad.
Selama di Baghdad waktunya dihabiskan untuk mengajar dan menulis. Hasil karyanya diantaranya buku tentang ilmu logika, fisika, ilmu jiwa, metafisika, kimia, ilmu politik, musik, dll. Tapi kebanyakan karya–karyanya yang ditulis dalam bahasa Arab telah hilang dari peredaran. Sekarang yang masih tersisa diperkirakan hanya sekitar 30 buah. Diantara karya–karyanya antara lain :
  1. Agrad al Kitab ma Ba’da Tabi’ah  (Intisari Buku Metafisika)
  2. Al–Jam’u Baina Ra’yai al–Hakimaini (Mempertemukan dua pendapat Filusuf : Plato dan Aristoteles)
  3. ‘Uyun al Masa’il ( Pokok – pokok persoalan )
  4. Ara’u Ahl al–Madinah (Pikiran – pikiran Penduduk Kota)
  5. Ihsa’ al– ‘Ulum (Statistik Ilmu)
Ketika pergolakan politik di Baghdad memuncak pada tahun 330 H/941 M, al–Farabi merantau ke Haleb (Aleppo), disana ia mendapat perlakuan istimewa dari sultan Dinasti Hamdani yang berkuasa ketika itu, yakni Saifuddawlah. Karena perlakuan baiknya maka al-Farabi tetap tinggal di sana sampai akhir hayatnya.
Jasa Al-Farabi bagi perkembangan ilmu filsafat pada umumnya dan filsafat Islam pada khususnya sangat besar. Menurut berbagai sumber, ia menguasai 70 jenis bahasa dunia, karena itulah al – Farabi dikenal menguasai banyak cabang keilmuan.
Dalam bidang ilmu pengetahuan, keahliannya yang paling menonjol ialah dalam ilmu *mantik (logika). Kepiawaiannya dibidang ini jauh melebihi gurunya, Aristoteles. Menurut al– Ahwani, pengarang al–Falsafah al– Islamiyyah, besar kemungkinan gelar “Guru Kedua” (al-Mu’allim as–Sani) yang disandang al-Farabi diberikan orang karena kemashurannya dalam bidang ilmu mantik. Dialah orang yang pertama memasukkan ilmu logika kedalam kebudayaan Arab, sebagaimana Aristoteles yang dijuluki “Guru Pertama” (al – Mu’allim al – Awwal) karena dialah yang pertama kali menemukan ilmu logika dengan melatakkan dasar – dasarnya.
Dibidang filsafat, Al-Farabi tergolong ke dalam kelompok filusuf kemanusiaan. Ia lebih mementingkan soal–soal kemanusiaan seperti akhlak (etika), kehidupan intelektual, politik, dan seni.
Filsafat Al-Farabi sebenarnya merupakan campuran antara filsafat Aristotelesdan Neo–Platonisme dengan pikiran keislaman yang jelas dan corak aliran Syiah Imamiah. Dalam soal ilmu mantik dan filsafat fisika, umpamanya ; ia mengikuti pemikiran–pemikiran Aristoteles, sedangkan dalam lapangan metafisika al–Farabi mengikuti jejak Plotinus (205 – 270), seorang tokoh utama Neoplatonisme.
Al-Farabi berkeyakinan penuh bahwa antara agama dan filsafat tidak terdapat pertentangan karena sama – sama membawa kepada kebenaran. Namun demikian, ia tetap berhati – hati atau bahkan khawatir kalau – kalau filsafat itu membuat iman seorang menjadi rusak, dan oleh karena itu ia berpendapat seyogianya disamping dirumuskan dengan bahasa yang samar – samar, filsafat juga hendaknya jangan sampai bocor ke tangan orang awam.
Di antara pemikiran filsafat Al-Farabi yang terkenal adalah penjelasannya tentang emanasi (al-faid), yaitu teori yang mengajarkan tentang proses urut – urutan kejadian suatu wujud yang mungkin (alam makhluk) dari Zat yangwajib al wujud (Tuhan). Menurut nya, Tuhan adalah akal pikiran yang bukan berupa benda. Segala sesuatu, menurut al-Farabi, keluar (memancar) dari Tuhan karena Tuhan mengetahui bahwa Ia menjadi dasar susunan wujud yang sebaik – baiknya. Ilmu-Nya menjadi sebab bagi wujud semua yang diketahui-Nya.
Bagaimana cara emanasi itu terjadi? Al-Farabi mengatakan bahwa Tuhan itu benar – benar Esa sama sekali. karena itu, yang keluar dari pada – Nya juga tentu harus satu wujud saja. Kalau yang keluar dari zat Tuhan itu terbilang, maka berarti zat Tuhan juga terbilang. Menurut Al-Farabi dasar adanya emanasi ialah karena dalam pemikiran Tuhan dan pemikiran akal-akal – yang   timbul dari Tuhan – terdapat kekuatan emanasi dan penciptaan.
Selain filsafat emanasi, Al-Farabi juga terkenal dengan filsafat kenabian dan filsafat politik kenegaraannya. Dalam hal filsafat kenabian, al-Farabi disebut – sebut sebagai filusuf pertama yang membahas soal kenabian secara lengkap.Al-Farabi berkesimpulan bahwa para nabi / rasul maupun para flusuf sama – sama dapat berkomunikasi dengan akal Fa’’al, yakni akan ke sepuluh (malaikat).Perbedaannya, komunikasi nabi / rasul dengan akal kesepuluh terjadi melalui perantaraan imajinasi (al-mutakhayyilah) yang sangat kuat, sedangkan para filusuf berkomunikasi dengan akal kesepuluh melalui akal Mustafad, yaitu akal yang mempunyai kesanggupan dalam menangkap inspirasi dari akal kesepuluh yang ada diluar diri manusia.
Dalam hal filsafat kenegaraan, Al-Farabi membedakan menjadi lima macam:
  1. Negara Utama (al-madinah al-fadilah), yaitu negara yang penduduknya berada dalam kebahagiaan. Menurutnya negara terbaik adalah negara yang dipimpin oleh rasul dan kemudian oleh para filusuf;
  2. Negara orang – orang bodoh (al-madinah al-jahilah), yaitu negara yang penduduknya tidak mengenal kebahagiaan;
  3. Negara orang – orang fasik (al-madinah al-fasiqah), yakni negara yang penduduknya mengenal kebahagiaan, Tuhan dan akal Fa’alal-madinah al-fadilah), tetapi tingkah laku mereka sama dengan penduduk negeri yang bodoh;seperti penduduk utama (
  4. Negara yang berubah – ubah (al-madinah almutabaddilah), ialah negara yang penduduknya semula mempunyai pikiran dan pendapat seperti yang dimiliki negra utama, tetapi kemudian mengalami kerusakan;
  5. Negara sesat (al-madinah ad-dallah), yaitu negara yang penduduknya mempunyai konsepsi pemikiran yang salah tentang Tuhan dan akalFa’al, tetapi kepala negaranya beranggapan bahwa dirinya mendapat wahyu dan kemudian ia menipu orang banyak dengan ucapan dan perbuatannya.

Wilayah Terapan Psikologi

Wilayah terapan psikologi

Wilayah terapan psikologi adalah wilayah-wilayah dimana kajian psikologi dapat diterapkan. walaupun demikian, belum terbiasanya orang-orang Indonesia dengan spesialisasi membuat wilayah terapan ini rancu, misalnya, seorang ahli psikologi pendidikan mungkin saja bekerja pada HRD sebuah perusahaan, atau sebaliknya.
1. Psikologi sekolah
Psikologi sekolah berusaha menciptakan situasi yang mendukung bagi anak didik dalam mengembangkan kemampuan akademik, sosialisasi, dan emosi. Yang bertujuan untuk membentuk mind set anak
2. Psikologi industri dan organisasi
Psikologi industri memfokuskan pada menggembangan, mengevaluasi dan memprediksi kinerja suatu pekerjaan yang dikerjakan oleh individu, sedangkan psikologi organisasi mempelajari bagaimana suatu organisasi memengaruhi dan berinteraksi dengan anggota-anggotanya
3. Psikologi kerekayasaan
Penerapan psikologi yang berkaitan dengan interaksi antara manusia dan mesin untuk meminimalisasikan kesalahan manusia ketika berhubungan dengan mesin (human error)
4. Psikologi klinis
Adalah bidang studi psikologi dan juga penerapan psikologi dalam memahami, mencegah dan memulihkan keadaan psikologis individu ke ambang normal.